Blogger Themes

Translate To Your Language

Minggu, Januari 23, 2011

RATENGGARO, EKSOTIKA ALAM DAN BUDAYA

Minggu (23/01/20011) siang kembali group discover SBD kembali berkumpul, Moripanet Online kali ini diajak menujuo Ratenggaro.

Jam 10.00 WITA Enam anggota group berkumpul mereka adalah Doni Wungo, Yusdi Yudi, Indri, Sandro Dandara, Adi Bolo dan Melky. Seperti biasa semua sudah bersiap dengan kendaraan roda duanya. Sayangnya kali ini Group Discover SBD tidak bisa berangkat tepat waktu karna hujan mengguyur kota Waitabula sehingga terpaksa Group Discover SBD harus menunggu hingga hujan reda.
Dua jam lamanya menunggu akhirnya hujan pun reda dan group ini pun bertolak menuju Ratenggaro yang berada di kecamatan Kodi Kabupaten Sumba Barat Daya. Jarak menuju Ratenggaro kurang lebih 1 jam 30 menit.


Menuju ke Ratenggaro kita harus melewati Kecamatan Kodi Utara, Salah satu yang menarik di kodi utara, sebelum memasuki desa mangganipi kita akan melewati jejeran hutan jati sepanjang kurang lebih 2 kilo meter.

Memasuki Kecamatan Kodi kita mampir sebentar di salah satu warung kecil di dekat Puskesmas Kodi untuk membeli Minuman dan Snack, di tempat ini lumayan ramai karna ada merupakan jalur pertigaan yang salah satu jalurnya menuju ke pantai Pero dan Tossi tempat diadakannya pasola Kodi setiap tahunnya.
Kami pun melanjutkan perjalanan. Salah satu yang menarik di perjalanan Group Discover SBD kali ini karna kami harus berhenti beberapa kali untuk bertanya arah menuju Ratenggaro. Bagi yang baru akan mengunjungi Ratenggaro, arahnya memang sedikit membingungkan karna banyaknya belokan yang harus kami lalui.


Akhirnya kami memasuki Ratenggaro, kesan yang pertama muncul adalah suasana etnik yang masih kental karna harus melewati beberapa perkampungan adat yang masih dipertahankan keahliannya salah satunya atap dari alang dan kubur batu khas sumba yang berjejer di perkampungan.
Menariknya Di Ratenggaro anda tidak hanya akan berwisata di pantai karna sekaligus anda juga bisa berwisata budaya. Kami memilih menuju ke pantai Ratenggaro terlebih dahulu.



Setalah memasuki Pantai Ratenggaro kami kagum dengan keindahan panorama pantai ini, bagaimana tidak kombinasi antara budaya dan alam kita temukan disini. Kubur Batu yang masih asli berada di pinggir pantai, salah satu kubur adat ini tingginya sekitar 3 meter. Selain itu pantai ratenggaro merupakan muara pertemuan dengan sungai Weha. Dan dari pantai ini jejeran perkampungan terlihat jelas menjadi salah satu pemandangan menarik,
Pantai Ratenggaro memiliki ombak yang cukup tinggi sehingga cocok sekali bagi pencinta surfing, tapi anda harus benar-banar lihai berenang karna di pantai Ratenggaro terdapat palung laut dan ombaknya cukup keras. Ketika kami tiba air sedang pasang sehingga kami memilih untuk mengabadikan bidikan kami di karang pinggir pantai dan salah satu sisi pantai yang berpasir.


Ketika masih berada di pantai, hujan mengguyur kami. Kami memilih berteduh di bawah kubur adat yang berada di pinggir pantai. Ketika hujan reda kami melanjutkan perjalanan menuju Kampung adat Ratenggaro.
Tiba di kampung adat Ratenggaro ada kaan menemukan rumah adat Sumba yang masih dipertahankan keaslian arsitekurnya, sayang...bangunan rumah ini didominasi bangunan rumah adat yang baru dibuat karna beberapa waktu lalu kampung ini sempat terbakar dan dibangun kembali.

Yang menarik di perkampungan adat ini yaitu anda bisa melihat lebih jelas muara sungai dan pantai Ratenggaro juga kampung wainyapu yang berada diseberang Kampung Adat Kotenggaro yang dipisahkan muara sungai. Doni yang tertarik dengan berbagai cerita/kisah seputar kepercayan adat bertanya pada salah satu warga kampung, Ia pun menjelaskan kepada kami beberapa kepercayaan adat yang ada di rotenggaro salah satunya tidak boleh sembrangan ketika menyebrangi muara sungai menuju kampung Wainyapu, misalnya tidak boleh bersiuk bernyanyi dll. Ia juga menunjukan salah satu batu pipih yang cukup lebar yang sring digunakan warga kampung untuk meletakan sirih dan pinang apabila hendak menahan hujan (tidak ingin hujan turun) apabila ada upacara adat. Percaya atau tidak, cara mereka cukup ampuh dan selalu terbukti.

Setelah mengabadikan beberapa jempretan kamera milik Adi kami memutuskan untuk kembali ke Waitabula karna hari sudah mulai sore sehingga kami tidak kemalaman ketika sampai di waitabula.
Sampai disini kisah perjalanan Group Discover Sumba Minggu Ini. Sampai jumpa diperjalanan kami berikutnya. (snd)


Tips bagi anda yang ingin ke Ratenggaro
- Siapkan bekal yang cukup karna kios/warung cukup jauh
- Pastikan anda bertanya dahulu pada warga sekitar apa saja yang tidak boleh dilakukan baik selama berada di pantai atau di kampung.
- Jika anda tidak benar-benar ahli dalam berenang sebaiknya urungkan niat anda untuk berenang di pantai Ratenggaro
- Ketika berfoto di pinggir karang pastikan anda berada di posisi yang cukup aman sehinga tidak mendapat hempasan ombak
- Ingat jagalah kebersihan pantai dan perkampungan selama berada di Ratengaro. Jangan buang sampah  sembarangan.


Minggu, Januari 16, 2011

PABETI LAKERA KEINDAHAN YANG TERSEMBUNYI DIBAWAH BUKIT

Minggu siang (16/01/2011) sekelompok anak muda yang menamakan dirinya “Group Discover SBD (Sumba Barat Daya), bersiap-siap untuk melakukan perjalanan. Mereka adalah anak muda yang ingin menemukan Sumba Barat Daya (SBD) dari sudut pesona wisatanya baik alam, pantai maupun budayanya.

Kali ini Moripanet Online diajak untuk mengunjungi air terjun Pabeti Lakera, bersama 5 orang anggota groupnya, Doni Wungo, Yusdi Yudi, Indri, Dedik dan Sandro Dandara.

Air terjun Pabeti Lakera berada di Desa Delo, Tena Teke Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten SBD, jaraknya kurang lebih 35 kilometer dari Waitabula, Ibukota Kabupaten Sumba Barat Daya.


Tepat pukul 10.00 Wita, group discover SBD berangkat dari Waitabula menggunakan kendaraan roda dua. Setelah kurang lebih 20 menit perjalanan kami berhenti di salah satu toko di Waimangura Kecamatan Wewewa Barat untuk membeli air mineral dan beberapa snack untuk persiapan di air terjun nanti.
Kami kemudian melanjutkan perjalanan, namun sayangnya karena cuaca kurang mendukung, ketika sampai di Desa Kabali Dana Wewewa Barat kami diguyur hujan lebat, kami pun berhenti untuk berteduh di salah satu rumah warga. Kurang lebih 15 menit kami menunggu hingga hujan reda, akhirnya kami bisa kembali melanjutkan perjalanan.

Di sepanjang perjalanan kami melewati Desa Kabali Dana, jejeran pohon kopi menjadi salah satu pemandangan menarik, berkebun kopi memang menjadi salah satu sumber pendapatan masayarakat di Desa Kabali Dana.

Memasuki Tenateke Kecamatan Wewewa Selatan, kami mejumpai hamparan sawah dengan padi yang hijau. Indri yang berada mengedarai kendaraan di urutan terdepan menoleh ke arah kami dan dengan sedikit berteriak mengatakan “Indah Ya…”, kami pun mengangguk tanda setuju karna dari suasananya kami merasa seperti berada di tanah lot Bali. Sayangnya jalan disini sudah rusak, banyak jalan berlubang hamper di sepanjang jalan yang kami lewati.

Setelah memasuki Desa Delo dan melewati PUSTU Delo kami tiba di persimpangan. Kami pun berbelok ke kanan yang menuju Air terjun Pabeti Lakera. Jalannya masih pengerasan dengan tanah putih, sepanjang jalan kami harus hati-hati karena banyak kerikil lepas di sepanjang jalan dan juga karena jalannya yang menurun.

Kami Akhirnya tiba di ujung jalan pengerasan dan tidak bisa lagi melanjutkan perjalanan dengan motor yang kami gunakan. Kami akhirnya memilih memarkir motor dan melanjutkan dengan jalan kaki tapi karena indahnya pemandangan dari tempat kami memarkir motor, kami memilih untuk mengabadikan moment itu dalam beberapa bidikan kamera.

Perjalan selanjutnya kami tempuh dengan jalan kaki. Kami menyusuri jalan dan menuruni beberapa anak tangga alami yang dibuat masyarakat sekitar. Kami harus berhati-hati karena hujan baru saja reda sehingga kondisi tanahnya licin.

Sampai juga kami di terjun pertama dari air terjun Paberi Lakera, ini karena Air Terjun Pabeti Lakera memiliki 4 terjun. Di terjun pertama ini tinggi terjunnya sekitar 6 meter, karena belum banyak dikunjungi tempat ini masih sangat alami. Kami kembali mengabadikan moment itu dengan beberapa bidikian lagi, dedik tidak menunggu lama ia pun segera membasahi kepalanya hingga seluruh tubuhnya basah kuyub. Dengan antusias ia meminta untuk difoto persis dibawah air terjun.

Hampir 15 menit kami menikmati terjun pertama, kami pun memutuskan untuk menuju ke terjun ke dua. Ternyata kami harus kembali menuruni puluhan anak tangga alami untuk bias sampai di terjun ke dua. Karena rasa penasaran kami pun menuruni semua anak tangga itu dan sampai di terjun kedua.

Doni yang sejak tadi belum basah langsung berenang begitu tiba di terjun kedua, ini karena tempatnya strategis untuk bisa berenang. Tinggi terjun di terjun ke dua ini kurang lebih 23 meter. Dari terjun ke dua ini kita sudah bisa langsung melihat terjun yang ketiga dan empat yang berada dibawahnya.

Di terjun ke dua kami memilih untuk tinggal lebih lama karna Doni, Sandro dan dedik memilih untuk berenang. Sedangkan Yudi dan indri memilih untuk berfoto di pinggiran terjun.


Setelah puas menikmati keindahan air terjun Pabeti Lakera kami pun memilih kembali ke Waitabula. Sebelum pulang kami kemudian memungut beberapa sampah plastik berharap semoga kebersihan di air terjun Pabeti Lakera ini bisa terus dijaga.

That’s our story for this week. Sampai jumpa minggu depan di tempat indah lainnya di SBD. (snd)

Tips bagi yang ingin mengunjungi Air Terjun Pabeti Lakera

1.Sebelum berangkat cek kendaraan anda utamanya rem dan ban dan ketersediaan bensin
2. Gunakanlah sandal/sepatu yang bisa melewati jalan yang licin
3. siapkan bekal yang cukup karna untuk membeli sangat jauh sekali
4. Parkirlah motor di rumah warga terdekat, karna motor harus ditinggal
5. Jika tidak bisa berenang sebaiknya cukup di pinggiran saja karna ada beberapa bagian yang cukup dalam.
6. Jagalah Kebersihan! Jangan membuang sampah dan kumpulkan kembali sampah plastik anda ketika akan pulang.


Baca Juga

Links