Blogger Themes

Translate To Your Language

Senin, Juli 14, 2008

Penyiar Profesional: ‘Gak Cukup dengan Suara Bagus!


SUARA EMAS (Golden Voice) adalah modal utama penyiar. Tapi ketahuilah, suara bagus saja tidak cukup untuk menjadi penyiar pro. Suara bagus akan menjadi tidak bagus, gak enak didengar, jika sang pemilik suara sering mengatakan “OK”, “yang pasti”, atau “pastinya” secara berulang-ulang alias latah!

Kita juga sering melihat atau mendengar seorang MC yang “mengobral” kata-kata “OK”. Entah berapa ratus kata “OK” yang meluncur dari mulutnya selama ia berbicara. Mengenai hal itu, kita simak apa yang pernah dikemukakan MC kawakan, Krisbiantoro. Suatu ketika, ia berada di acara yang sama dengan MC muda usia, 20-an tahun. Krisbiantoro yang sudah dikenal pada awal 1970-an itu prihatin karena MC muda itu meneriakkan kata “OK” sampai ratusan kali.

Krisbiantoro lalu menanyakan soal obral kata “OK” itu. “Saya bilang sama dia, ’Mbak-mbak, mbok ya okay-nya dikurangi’.” Dengan jujur, pembawa acara muda itu mengaku. “Iya Oom, kadang saya blank (kosong) dan tak tahu harus ngomong apa,” kata Kris menirukan rekan mudanya (Baca ASM. Romli, “Kiat Memandu Acara: Teknik MC & Moderator”, Nuansa, Bandung, 2006). Begitulah “si oke” menjadi senjata ampuh untuk mengisi kekosongan seorang MC atau penyiar radio. Dalam pendapat Krisbiantoro, rentetan kata “oke” itu muncul dari kedangkalan wawasan dan ketidaksiapan sang presenter. Kedangkalan atau keterbatasan wawasan itu pula yang kemudian melahirkan tabiat yang di mata penonton/pendengar terasa aneh, lucu, dan memuakkan. “Untuk menghindari kekosongan itu kita sering melihat sepasang pembawa acara teriak-teriak, sedangkan yang lain tepuk tangan sendiri lalu tertawa sendiri,” kata Krisbiantoro (Kompas, 21 November 2004).

Ini soal nonteknis. Soal wawasan ini penting banget, tidak boleh diabaikan. Kelancaran bicara bergantung pada wawasan penyiar. Penyiar yang tidak punya wawasan atau pengetahuan yang banyak, siarannya akan “kering”, cuma “say hello”, sering mengulang kata yang sama seperti kata “OK” tadi, dan kirim-kirim salam doang, trus puter lagu. Ah, ’dak ada isinya!

Untuk memiliki wawasan yang luas, penyiar harus rajin baca –baca koran tiap hari, majalah, artikel, buku, juga sering nonton berita televisi dan acara lainnya. Lebih baik lagi jika penyiar sering ikut hadir dalam acara diskusi, seminar, dan semacamnya.

Penyiar bisa menjadi andalan pendengar tentang banyak isu atau kejadian. Meraka, pendengar, selalu menganggap penyiar itu pergaulan dan wawasannya luas, sehingga “banyak tahu” dan “tahu banyak”. Penyiar harus in-touch dengan apa yang sedang menjadi pusat perhatian masyarakat. Dengan kata lain, kita harus “gaul” seperti mereka.

Lagi pula, bisa jadi penyiar setiap hari berhadapan dengan naskah yang berbeda. Nah, dalam menggunakan naskah itu sebagai bahan siaran, misalnya tips atau informasi aktual (berita), penyiar harus paham betul isi naskah itu. Belum lagi kalau harus siaran talkshow, bincang-bincang dengan narasumber. Tak jarang ’kan, narasumber atau bintang tamu mengemukakan topik atau istilah yang “aneh-aneh”, disangkanya penyiar akan selalu mengerti.

Dijamin, kalo penyiar banyak baca, sehingga banyak tahu dan tahu banyak, siarannya akan berkualitas, “bernas”, berisi, intelek, dan disukai pendengar. Siarannya tidak cuma bermodal suara bagus, tapi juga wawasan yang luas.

Itulah sebabnya, tidak sedikit radio mensyaratkan penyiarnya minimal D3, pernah kuliah, jurusan apa saja, tidak mesti jurusan broadcast atau penyiaran. Orang yang pernah kuliah diasumsikan “haus ilmu” dan “daya nalar”-nya terasah semasa kuliah. Pengalaman akademis dan intelektualnya sangat menunjang dirinya dalam siaran yang didengar banyak orang dengan berbagai tingkat kecerdasan dan pengetahuan. Karena pada intinya, pendidikan formal itu dibutuhkan untuk memperluas cakrawala pengetahuan.

Penyiar juga terkadang berhadapan dengan situasi yang tak terduga. ‘Dalam sebuah siaran interaktif, pendengar radio terkadang memberi pertanyaan di luar topik.

Tentu saja selain wawasan, penyiar juga harus memiliki teknik vokalisasi dan verbalisasi yang baik, punya sense of music, sense of humor, dan sebagainya. Ok, selamat meluaskan wawasan… give your best announcing to your listeners!

Tips seleksi calon penyiar radio


Seleksi calon penyiar adalah pekerjaan yang sudah akrab dilakukan oleh para program director, manager siaran atau station manager sebuah radio. Dalam posting kali ini saya akan berbagi pengalaman menyeleksi penyiar radio. Semoga bisa bermanfaat, juga bagi anda yang berminat menjadi penyiar radio.

Kemampuan dasar yang harus dimiliki Broadcaster / Newscaster

1. Kemampuan vokal:

  • memiliki kualitas vokal yang bagus, bulat dan tidak pecah
  • memiliki artikulasi yang jelas
  • bisa berekspresi melalui suara
  • bisa memainkan intonasi suara
  • bisa mengatur kecepatan bicara
  • cukup memiliki kemampuan verbal

2. Kemampuan personal:

  • suka bicara dan bisa menjadi pendengar yang baik jika berhadapan dengan narasumber / saat melakukan wawancara
  • memiliki spontanitas yang baik
  • memiliki kepekaan terhadap situasi
  • mampu menjaga emosi, terutama pada saat siaran
  • percaya diri saat berbicara / siaran
  • memiliki rasa ingin tahu
  • bisa berkonsentrasi
  • memiliki sense of humor

Point-point ini bisa kita temukan di awal seleksi melalui wawancara dan mendengarkan rekaman calon penyiar. Perlu diperhatikan, kualitas vokal yang baik, suka berbicara dan suka mendengar tidak bisa dilatih. Seseorang yang tidak bisa memiliki kemampuan tersebut sulit menjadi seorang penyiar radio. Sedangkan pelamar yang bisa memenuhi kemampuan dasar, akan lebih mudah untuk dilatih menjadi penyiar yang baik.

Apa yang perlu dilakukan agar performa seorang penyiar semakin berkembang?

1. Jangan berhenti meningkatkan pengetahuan umum

Meningkatkan pengetahuan umum bisa dilakukan dengan membaca dan melihat, mulai dari buku, film, internet, dan apapun yang ada disekitar kita. Harus diingat, bahwa di mata pendengar, penyiar radio tahu segalanya.

2. Tidak ketinggalan infromasi dan berita

Seorang penyiar radio harus selalu update dengan apa yang saat ini terjadi. Cari dari segala macam sumber informasi dan berita. Apapun yang aktual, yang sedang ramai dibicarakan, yang terjadi, yang sedang jadi trend…apapun…!

3. Memiliki pergaulan yang luas

Dengan pergaulan yang luas, akan makin banyak yang kita serap dan makin banyak hal yang bisa kita pelajari. Perbanyak teman, perluas jaringan baik dari kalangan narasumber, target audience dan siapapun.

4. Memahami apa yang disuka dan tidak disuka oleh pendengar

Jika dianalogikan dalam dunia bisnis, penyiar adalah produsen dan pendengar adalah konsumen. Sedangkan produk yang ditawarkan adalah ‘air personality’ penyiar dan ’show’ yang dibawakan penyiar dalam siaran. Agar ‘laku’ kita harus mengetahui apa yang disuka oleh pendengar. Untuk itu lakukan survey dan amati apa yang saat ini sedang disuka oleh pendengar. Penyiar harus ‘customer oriented’!

5. Mengenal industri radio secara umum

Know what you do. Bagaimana kita bisa berharap mendapatkan hasil yang maksimal, jika kita tidak memahami apa yang kita kerjakan. Semakin kita mengenal industri tempat kita berkarya, kita akan semakin memahami celah dan peluang untuk maju. Caranya mudah, banyak bertanya, banyak belajar.

Selain itu penyiar yang baik juga harus bisa siaran dengan gaya siaran yang menjadi ciri khas radio kita dan mengenal karakter target pendengarnya, serta harus patuh dan menjalankan aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh management.

Setelah penyiar paham apa yang perlu mereka lakukan untuk maju, kita harus tetap memonitor perkembangan mereka. Jangan bosan melakukan briefing, evaluasi, coaching dan menetapkan target untuk mendorong penyiar berkembang menjadi lebih baik.

Baca Juga

Links